MIS MIFTAHUL ULUM BULAKAN

Home » » MI vs SD dalam Membentuk Karakter Siswa

MI vs SD dalam Membentuk Karakter Siswa

 
Karakter para penerus generasi bangsa kini kian memprihatinkan. Oleh karena itu, dibangun kembali dengan mengadakan pembentukan karakter. Pembentukan karakter tersebut dapat dibangun sejak dini. Hal itu dilakukan untuk memberikan benteng kepada mereka agar tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang berbentuk negatif. Proses pembentukan karakter tidak mudah dilakukan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu lembaga pendidikan atau lembaga sosial yang menangani secara khusus pembentukan karakter pada anak.
Salah satu cara yang dapat dilakukan ialah dengan memberikan anak kepada lembaga yang berhubungan erat dengan pembentukan karakter tetapi masih dalam lingkup dunia pendidikan. Pendidikan yang mengawali pembentukan karakter tersebut antara lain dapat dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar.
Pendidikan pada tahap dasar memiliki peran yang sangat stategis dalam membangun, membentuk, membina dan mengarahkan anak didik menjadi manusia yang seutuhnya. Manusia yang memiliki karakter dan kepribadian yang positif, manusia yang mampu memahami diri sendiri dan orang lain, manusia yang terampil hidupnya, manusia yang mandiri dan bertanggung jawab, dan manusia yang mau dan mampu berperan serta dan bekerja sama dengan orang lain.
Pada tingkat Sekolah Dasar pemisahan antara fungsi teknis pendidikan di bawah naungan Depdiknas dan fungsi administrasi pendidikan di bawah Pemda setempat menunjukkan adanya dualisme dalam penyelenggaraan Sekolah Dasar yang sangat tidak praktis dan efisien, karena sering terbentur oleh perbedaan kepentingan antar instansi yang diwarnai dengan keinginan yang berlebihan untuk mengambil peranan manajerial dan tanggung jawab atas sekolah-sekolah.
Adanya dualisme manajemen pendidikan dasar tersebut dikarenakan tidak adanya keterpaduan antara pembinaan teknis dengan pengelolaan Sekolah Dasar. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa yang dirugikan dalam kerancuan pengelolaan ini ialah mutu pendidikan Sekolah Dasar, sehingga mutu pendidikan di Sekolah Dasar sulit untuk ditingkatkan. Sistem pengelolaan pendidikan akan sangat menentukan efektif atau tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu dan proses mengajar itu sendiri dalam proses belajar yang pada akhirnya akan menghasilkan output pendidikan dasar yang sesuai dengan harapan.
Terlepas dari masalah yuridis, terdapat dua pola pemikiran atau asumsi yang mendominasi kontraversi ini Pertama, mutu pendidikan akan dapat ditingkatkan apabila ditangani secara efisien. Kedua, pendidikan khususnya pada pendidikan dasar yang merupakan kebutuhan dasar dari setiap warganegara, merupakan kewajiban pemerintah dalam hal ini unit pemerintah yang paling dekat, untuk melaksanakannya.
Kontroversi yang timbul dewasa ini mengenai manajemen sekolah dasar bersumber dari dua asumsi yang berasal dari dua pemikiran yang berbeda. Pertama menggunakan PP No. 28 Tahun 1990 sebagai pedoman dan berpegang kepada UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Kedua sudut pandang tersebut memang boleh digunakan karena dilihat dari segi hukum keduanya sama-sama benar, hanya saja menurut Suryosubroto permasalahan dalam manajemen pendidikan dasar disebabkan karena:
a)      Pendidikan dasar merupakan hak asasi manusia Indonesia, sesuai dengan UUD-45 pasal 31 yang menyatakan bahwa setiap warganegara berhak memperoleh pendidikan. Oleh sebab itu, pelaksanaannya tidak dapat terhalang oleh peraturan perundangan yang berada dibawahnya.
b)      Masalah manajemen pendidikan, khususnya pendidikan dasar, bukan hanya sekedar merupakan masalah yuridis, tetapi lebih dari itu karena berkenaan dengan anak Indonesia yang justru akan memperoleh pendidikannya yang sangat mendasar bagi kelangsungan hidup bernegara.
c)      Desentralisasi atau sentralisasi pelaksanaan proses pendidikan, kedua cara pendekatan itu perlu didudukkan dalam rangka usaha mencapai keberhasilan dari proses pendidikan itu sendiri. Pendekatan desentralisasi maupun sentralisasi keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Karena itu, dalam implementasinya masih perlu dikaji lebih lanjut.
Masalah pendidikan, khususnya pada pendidikan dasar memang tidak bisa lepas dari masalah kebijakan pemerintah, karena menyangkut kebutuhan dasar rakyat. Penanganan kebutuhan dasar memerlukan pendekatan yang sedekat-dekatnya dengan rakyat. Partisipasi dari rakyat selama ini masih sangat kurang, sehingga penyelenggaraan pendidikan dasar dirasakan sebagai kewajiban pemerintah bukan sebagai kewajiban seluruh rakyat, jadi tidak mengherankan apabila penyelenggaraan pendidikan dasar di seluruh dunia dikaitkan dengan masalah otonomi daerah yang meliputi hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sejalan dengan dikeluarkannya kebijakan tentang otonomi daerah di kota dan kabupaten, selanjutnya pemerintah juga mengeluarkan kebijakan tentang otonomi pendidikan di sekolah dengan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, melalui Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 51 butir 1 yaitu:
“Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah atau madrasah.”
Usia anak MI/SD adalah masa dimana anak itu mulai belajar di luar lingkungan keluarga. Pada saat itu, anak-anak usia MI/SD mudah menangkap pendidikan termaksud pendidikan agama. Hal itulah yang mendasari betapa pentingnya penelaahan dan penelitian dilakukan sehingga kita tidak akan melakukan kesalahan-kesalahan fatal dalam membentuk karakter anak yang tentunya akan menjadi penerus kita menjadi khalifah di muka bumi ini kelak. Menjadi khalifah atau pemimpin itu adalah sebuah tanggung jawab besar yang akan dimintai pertanggungjawabanya kelak, sehingga kita perlu membekali dengan segala persiapan sedini mungkin terhadap anak yang notabenenya akan menjadi penerus kita kelak.
Pendidikan agama sebagai acuan dalam pembentukan karakter haruslah ditanam sejak dini, karena pendidikan agama sangat penting untuk tumbuh kembang jiwa anak. Dengan agama yang berlandaskan akidah dan akhlaq dapat mengarahkan perilaku anak maupun remaja ke perilaku yang baik. Dengan pendidikan agama tentunya diharapkan adanya implikasi dari rasa agama anak dan remaja yang baik juga.
Pendidikan agama islam memberikan dan mensucikan jiwa serta mendidik hati nurani dan mental anak-anak dengan kelakuan yang baik-baik dan mendorong mereka untuk melakukan pekerjaan yang mulia. Karena pendidikan agama islam memelihara anak-anak supaya melalui jalan yang lurus dan tidak menuruti hawa nafsu yang menyebabkan nantinya jatuh ke lembah kehinaan dan kerusakan serta merusak kesehatan mental anak.
Madrasah Ibtidaiyah adalah sekolah setara dengan sekolah dasar yang di dalamnya memberikan materi umum dan juga materi yang berhubungan dengan agama. Dalam madrasah tersebut lebih banyak diberikan materi keagamaan. Oleh karena betapa pentingnya peran pendidikan agama dalam pembentukan karakter siswa, membuat Madrasah Ibtidaiyah pun juga memiliki peran penting pula dalam membentuk karakter anak sejak dini.
Meskipun Madrasah Ibtidaiyah memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak sejak dini, hal ini bukan berarti menyaingi eksistensi Sekolah Dasar. Di Sekolah Dasar juga bisa diterapkan pembentukan karakter, yaitu apabila guru agama di SD mampu membina sikap positif terhadap agama dan berhasil dalam membentuk pribadi dan akhlak anak, maka untuk mengembangkan sikap itu pada masa remaja muda dan si anak telah mempunyai pegangan atau bekal dalam menghadapi berbagai goncangan yang biasa terjadi pada masa remaja.
Realita yang ada saat ini membuktikan bahwa masih banyak masyarakat yang lebih mempercayakan anaknya untuk sekolah di SD daripada MI. Dengan dalih Madrasah Ibtidaiyah penuh dengan materi-materi pelajaran sehingga ditakutkan anak kurang bisa optimal dalam menguasai materi pelajaran yang terlalu banyak, selain itu juga yang sering mendapat perhatian dari pemerintah dan mendapat bantuan adalah  SD dengan titlenya yang hampir semuanya adalah sekolah dasar negeri. Padahal perkembangan madrasah berlangsung sangat cepat.
Di tahun 1966, pemerintah mengizinkan madrasah Ibtidaiyah yang kebanyakan swasta berubah statusnya menjadi madrasah ibtidaiyah negeri.
Alhasil, ada 123 MI yang menjadi madrasah negeri.
Secara legal, madrasah ibtidaiyah sudah terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional sejak di-berlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Perkembangan madrasah kemudian berlangsung cepat. Di tingkat MI, siswanya mencapai 11 persen dari total siswa tingkat dasar. Di tahun 1999, terdapat 21.454 MI dan sekitar 93,2 persennya diselenggarakan oleh pihak swasta.
Melihat kenyataan tersebut sudah tidak diragukan lagi bahwa Madrasah dalam hal ini Mandrasah stingkat Ibtidaiyah (MI) memiliki kontribusi nyata dalam pembangunan pendidikan. Apalagi dilihat secara historis, Madrasah memiliki pengalaman yang luar biasa dalam membina dan mengembangkan masyarakat. Bahkan, Madrasah mampu meningkatkan perannya secara mandiri dengan menggali potensi yang dimiliki masyarakat di sekelilingnya.
Proses pengembangan dunia Madrasah dalam hal ini Madrasah setingkat Ibtidaiyah (MI) selain menjadi tanggung jawab internal Madrasah, juga harus didukung oleh perhatian yang serius dari proses pembangunan pemerintah. Meningkatkan dan mengembangkan peran serta Madrasah dalam proses pembangunan merupakan langkah strategis dalam membangun masyarakat, daerah, bangsa, dan negara. Terlebih, dalam kondisi yang tengah mengalami krisis (degradasi) moral. Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilai-nilai moral, harus menjadi pelopor sekaligus inspirator pembangkit moral bangsa. Sehingga, pembangunan tidak menjadi hampa melainkan lebih bernilai dan bermakna.
Merujuk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, posisi dan keberadaan Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebenarnya memiliki tempat yang istimewa. Namun, kenyataan ini belum disadari oleh mayoritas masyarakat muslim. Karena kelahiran Undang-undang ini masih amat belia dan belum sebanding dengan usia perkembangan Madrasah di Indonesia. Keistimewaan Madrasah dalam sistem pendidikan nasional dapat kita lihat dari ketentuan dan penjelasan pasal-pasal dalam Undang-udang Sisdiknas sebagai berikut:
Dalam Pasal 3 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan diimplementasikan di Madrasah. Madrasah sudah sejak lama menjadi lembaga yang membentuk watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia.
Secara khusus, ketentuan tentang pendidikan keagamaan ini dijelaskan dalam Pasal 30 Undang-Undang Sisdiknas yang menegaskan: (1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. (3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. (4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, Madrasah, dan bentuk lain yang sejenis.
Bahkan dalam PP RI NOMOR 19 th. 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Standar Kompetensi Lulusan di jelaskan pada pasal 26 ; Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian akhlak mulia serta ketrampilan unutk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam kaitan tersebut diatas Keberadaan Madrasah Ibtiaiyah (MI) menjadi sangat strategis dalam hal pembinaan Akhlak mulia karena sejak awal Madrasah Ibtidaiyah (MI) telah koncern dalam pembinaan Akhlak dan moral para peserta didiknya.
 
Sumber : http://maulawiyah.blogspot.com/
By  : Maulawiyah

0 comments:

Posting Komentar

INFORMASI

PROFILE

Foto saya
Simpur, Belik, Indonesia
GURU KELAS VI
 
Support :
Copyright © 2013. MIS MIFTAHUL ULUM BULAKAN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger