M
|
ateri bagi seorang guru, ibarat suatu bahan makanan yang
harus dimasak dan disajikan sebagai makanan yang enak disantap. Enak atau
tidaknya materi tersebut, sangat tergantung pada kemampuan guru untuk
mengemasnya. Begitu pula halnya dalam pelajaran sejarah, materi sangat penting
untuk disajikan oleh guru menjadi materi yang menarik bagi siswa. Banyak cara
yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengemas materi, salahsatu cara yang dapat
dilakukan oleh guru sejarah dalam mengemas materi yaitu dengan menetapkan tema.
Dalam mengolah materi menjadi tema yang menarik sangat ditentukan kemampuan
guru dalam memahami esensi dari materi tersebut. Guru harus dapat menentukan
dan memilih urgensi dari tema yang
ditetapkan. Bagaimanakah cara yang harus dilakukan oleh guru dalam memilih
tema-tema penting dalam materi sejarah?
Sumber Tema
Materi yang tercantum dalam Standar Isi (Standar
Kompetensi/SK dan Kompetensi Dasar/KD), bahkan materi yang diuraikan dalam buku
teks pada dasarnya masih merupakan bahan yang mentah. Apabila guru menyampaikan
bahan materi pelajaran apa adanya seperti yang tercantum dalam SK dan KD dan
buku teks, akan menjadi sebuah sajian yang masih mentah. Implikasinya tidak
akan menarik bagi siswa, karena menyampaikan bahan-bahan yang kering.
Menentukan tema dari materi sejarah, merupakan cara agar
materi yang disampaikan menjadi hidup tidak kering. Sebab ada anggapan mengajarkan
sejarah berkaitan dengan kehidupan di masa lalu. Membicarakan tentang kehidupan
masa lalu, seolah-olah hanya mengajarkan sesuatu yang mati. Padahal konteks
waktu dalam sejarah bukan hanya waktu masa lalu, tetapi juga waktu dalam
konteks sekarang. Sehingga dalam sejarah terjadi kesinambungan waktu antara
masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.
Penting dan tidaknya suatu tema disajikan dalam
pembelajaran sejarah sangat ditentukan oleh guru. Indikator penting yang harus
digunakan oleh guru dalam menetapkan penting dan tidaknya suatu tema yaitu
tingkat kebermaknaan bagi siswa. Apakah tema tersebut memiliki makna penting bagi
kehidupan siswa. Tema menjadi bermakna bagi siswa, apabila tema tersebut
memiliki keterkaitan langsung dengan
kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini penting, agar materi pelajaran sejarah
menjadi hidup, tidak kering.
Tema yang bermakna bagi siswa apabila bersumber dari kehidupan
nyata yang dialami langsung oleh siswa. Kehidupan nyata menggambarkan aktivitas
manusia dalam berbagai bidang. Berbagai aktivitas manusia dalam kehidupan
sehari-hari akan menggambarkan kompleksitas kehidupannya.Guru harus mengambil
fokus bagian kehidupan yang mana yang akan dijadikan tema dalam pembelajaran
sejarah.
Pengambilan tema yang bersumber dari kehidupan
sehari-hari, tidaklah berarti bahwa materi sejarah yang disampaikan oleh guru
hanya materi kontemporer. Guru tetap menyampakan materi sejarah yang berkaitan
dengan peristiwa-peristiwa di masa lalu sebagaimana yang termuat dalam SK dan
KD. Akan tetapi berdasarkan materi tersebut guru mencoba mengambil tema yang
berkaitan dengan masa sekarang.
Penetapan
Tema
Ilmu sejarah pada dasarnya berbicara mengenai kehidupan
manusia. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa kehidupan manusia memiliki
berbagai aspek, baik ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain-lain. Oleh sebab
itu dalam menetapkan tema, guru sejarah harus merujuk pada aspek-aspek
tersebut. Materi yang ada dalam SK dan KD dapat dikatagorikan temanya berdasarkan
aspek-aspek kehidupan tersebut, misalnya aspek ekonomi, sosial, politik,
budaya, pendidikan, dan sebagainya.
Penetapan terhadap tema-tema yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari, berarti guru
harus mampu menetapkan kriteria tema dalam penulisan sejarah. Tema-tema dalam
penulisan sejarah antara lain, sejarah ekonomi, sejarah politik, sejarah
sosial, sejarah budaya, sejarah pendidikan dan lain sebagainya. Tema-tema
sejarah tersebut memiliki konsep-konsep tersendiri yang membedakan antara yang
satu dengan yang lainnya.
Aspek
kehidupan yang berkenaan dengan politik bisa menjadi tema sejarah politik.
Apakah sejarah politik?. Untuk
menjelaskan apa itu sejarah politik, terlebih dahulu kita harus menjelaskan apa
itu politik. Secara sederhana politik biasanya diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan kekuasaan. Dalam kekuasaan terdapat berbagai komponen misalkan
penguasa atau pemerintah, sistem pemerintahan, parlemen, undang-undang, partai
politik, negara, kerajaan, dan lain-lain. Penulisan
sejarah yang bertemakan komponen-komponen tersebut biasanya dinilai sebagai
sejarah politik.
Sejarah
politik merupakan studi organisasi dan kegiatan kekuasaan masyarakat di masa
lampau.[1]
Tema tentang kekuasaan dapat berupa lembaga-lembaga yang berkuasa dan
individu-individu yang melakukan kegiatan berkenaan dengan kekuasaan.
Lembaga-lembaga yang berkaitan dengan kekuasaan dapat berupa negara, kerajaan,
lembaga parlemen, lembaga pemerintahan, dan sebagainya. Individu dapat berupa
raja, kaum bangsawan, pejabat kerajaan/pemerintahan, presiden, anggota
pemerintahan dan sebagainya.
Tema-tema
politik dapat dikemas dalam materi yang berbicara mengenai kerajaan-kerajaan
kuno, baik yang ada di Indonesia maupun kawasan (dunia). Apabila menjelaskan
materi tersebut, hendaknya tidak hanya menyampaikan tentang apa, dimana, dan
kapan. Misalnya hanya menjelaskan siapa rajanya, dimana kerajaan itu berada,
kapan kerajaan itu lahir, berkembang, dan berakhir atau hancur. Penyampaian
sangat naratif dan penuh bercerita. Apabila penyampaian dilakukan seperti ini,
maka materi tersebut tidak akan menarik siswa. Hendaknya guru dapat melakukan
analisis tentang bagaimana konsep-konsep kekuasaan yang diterapkan pada masa
itu, dan bandingkan dengan politik yang terjadi pada masa sekarang. Apakah pada
masa lalu sudah ada demokrasi? Apakah otoriter? Apakah ada penerapan
nilai-nilai feodalisme di kalangan
pejabat pemerintahannya? Kegiatan-kegiatan pilkada yang sekarang banyak
berlangsung sebagai implementasi otonomi daerah dapat dikaitkan dengan
konsep-konsep pemerintahan di masa lalu.
Kegiatan-kegiatan
masyarakat dalam bidang ekonomi di masa lalu, dapat ditulis menjadi sejarah
ekonomi. Aktivitas ekonomi manusia di masa lampau merupakan tema bagi sejarah
ekonomi. Beberapa bentuk-bentuk kegiatan-kegiatan manusia dalam bidang ekonomi
yang dapat menjadi kajian tema sejarah ekonomi, misalnya pena-waran dan
permintaan kebutuhan dan layanan, ongkos produksi, tingkat pendapatan,
distribusi kesejahteraan, volume dan arah investasi, struktur perdagangan luar
negeri,[2]
dan aktivitas kegiatan ekonomi lainnya.
Tema
sejarah ekonomi pada masa kolonial memiliki kajian yang cukup banyak. Periode
yang cukup penting bagi penulisan sejarah ekonomi Indonesia pada masa kolonial
yaitu pada masa Sistem Tanam Paksa dan masa berlakunya Undang-Undang Agraria
1870. Pada zaman Sistem Tanam Paksa tema sejarah ekonomi, dapat mengkaji
hal-hal seperti jenis-jenis tanaman apa yang diwajibkan untuk ditanam, bagaimana
pemerintah kolonial membuka lahan-lahan perkebunan, bagaimana pengelolaan
Sistem Tanam Paksa yang bisa menguntungkan pemerintah kolonial secara ekonomi,
bagaimana keuntungan yang diperoleh oleh pemerintah kolonial dari Sistem Tanam
Paksa, bagaimana kehidupan ekonomi kaum pribumi dengan adanya Sistem Tanam
Paksa.
Selain
fakta-fakta mengenai kegiatan ekonomi pada masa Sistem Tanam Paksa dan
Undang-Undang Agraria 1870, konsep-konsep ekonomi dapat dijadikan alat analisa
dalam melihat ke-giatan ekonomi pada masa itu. Konsep ekonomi yang dapat dikembangkan
misalnya kapitalisme dan investasi. Munculnya perkebunan-perkebunan besar pada
dasarnya merupakan bentuk dari adanya kapitalisme. Hal ini menujukkan adanya
suatu perdagangan besar dan terjadi antar negara atau dalam ruang lingkup
dunia, karena tanaman yang ditanam di Indonesia kemudian dijual di pasaran
dunia. Bagaimana fenomena kapitalisme yang muncul saat itu memberikan
kontribusi besar terhadap perluasan kolonialisme.
Berdasarkan
analisa aktivitas ekonomi pada masa Sistem Tanam Paksa dan lahirnya
Undang-Undang Agraria 1870 dengan menggunakan analisis konsep-konsep ekonomi,
maka dikaitkanlah dengan fenomena ekonomi di Indonesia yang terjadi saat ini.
Apakah ada kesamaan fenomena kapitalisme yang terjadi di masa lalu dengan se-karang.
Sebab pada saat sekarang pun timbul perdagangan-perdagangan besar, misalkan
lahirnya industri-industri dan pusat-pusat perbelanjaan yang besar. Bagaimana
posisi Indonesia dalam menghadapi kapitalisme dunia? Jadi mengajarkan materi
pada zaman kolonial, jangan hanya dilihat dengan normatif dan kacamata hitam
putih yaitu melihat bangsa Indonesia yang menderita akibat penjajahan dan
sebaliknya penjajah yang mendapatkan keuntungan. Model penyajian materi yang
nor-matif seperti itu, telah menempatkan pembelajaran sejarah menjadi indoktrinasi
dan kemungkinan besar siswa akan jenuh mendengar pen-jelasan guru.
Sejarah
adalah kajian tentang kegiatan manusia yang merupakan manifestasi dari pikiran,
perasaan dan perbuatannya pada masa lalu.[3]
Salahsatu kegiatan manusia menyangkut kehidupan sosial. Aspek tersebut dapat
menjadi tema dalam kajian sejarah atau menjadi tema sejarah sosial. Sejarah
sosial merupakan salah satu bagian dari tema penulisan sejarah yang mengkaji
sejarah masyarakat.[4] Tema
kehidupan sosial masyarakat dapat menjadi materi dalam pembelajaran sejarah.
Konsep-konsep sejarah sosial dapat dijadikan alat untuk menganalisa dalam
kehidupan masyarakat pada masa lalu dan
dikaitkan dengan masa sekarang.
Kelahiran
sejarah sosial pada mulanya merupakan respon terhadap penulisan sejarah yang
lebih menekankan pada pendekatan politik.[5]
Maksud dari pendekatan ini adalah sejarah yang hanya menampilkan “orang-orang
besar”, misalnya para raja, penguasa, negara, kerajaan, dan lain-lain. Pendekatan
yang bersifat politik memberikan kesan bahwa “orang-orang besarlah” yang
berperan dalam sejarah. “Orang-orang kecil” dianggap kurang penting dalam
sejarah.
Ruang lingkup kajian
sejarah sosal sangatlah luas. Seluruh aspek kehidupan manusia dapat dikaji menjadi
sejarah sosial. Aspek-aspek kehidupan tersebut misalnya bahasa, makanan,
lembaga, dan keluarga. Model penulisan yang ditekankan dalam sejarah sosial
tidak hanya narasi dari suatu pristiwa, tetapi lebih menekankan pada struktur.[6] Model penulisan seperti
ini ditekankan, karena dalam sejarah sosial melihat masyarakat sebagai suatu
struktur. Secara teoretis, struktur adalah bangunan abstrak yang terbentuk oleh
sejumlah komponen yang satu sama lain saling berhubungan.[7] Struktur merupakan suatu
yang abstrak berarti struktur itu berada dalam kognisi manusia.
Berdasarkan pengertian struktur seperti itu, berarti
bahwa masyarakat sebagai suatu struktur hanya ada dalam koginisi manusia.
Masyarakat pada dasarnya merupakan suatu realitas sosial. Struktur bukan lah
suatu realitas yang real kasat mata, tetapi struktur ada karena diciptakan oleh
ilmuwan dalam melihat realitas sosial. Penciptaan struktur dalam kognisi
manusia dilakukan dengan menggunakan teori dalam menjelaskan realitas sosial.
Dengan demikian struktur dibangun oleh kognisi peneliti.[8]
Masyarakat sebagai realitas sosial harus dipahami sebagai
struktur yang berubah. Untuk memahami bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi,
maka dibutuhkan penggunaan konsep-konsep atau teori-teori dari ilmu sosial. Penggunaan
konsep-konsep atau teori ilmu sosial dalam sejarah pada dasarnya saling
mengisi. Misalnya dalam penggunaan ilmu sosiologi, memahami masyarakat dengan
cara melihat bagaimana struktur dan proses sosial yang terjadi dalam konteks
waktu dan ruang.[9]
Struktur dan proses sosial adalah konsep sosiologi sedangkan waktu dan ruang
adalah konsep sejarah. Konsep-konsep atau teori-teori tersebut merupakan alat
yang digunakan dalam ilmu sejarah dalam melihat perubahan-perubahan yang
terjadi. Misalnya bagaimana perubahan yang terjadi dari masyarakat yang semula
agraris menjadi masyarakat Industri ?. Bagaimana perubahan struktur yang terjadi?
Apa yang menjadi faktor penentu perubahan masyarakat tersebut. Sebuah perubahan
dapat dilihat biasanya dalam suatu jangka waktu tertentu dan ini hanya bisa
dilihat dari kacamata sejarah, sedangkan struktur yang ada pada masyarakat
dapat dianalisis dengan ilmu sosial, misalnya sosiologi.
Tema sosial dalam materi sejarah pada periode masa lalu
banyak yang bisa dikembangkan. Dalam memahami materi periode kolonial,
hendaknya mengkaji tentang masyarakat pada saat itu. Sebagaimana telah
dikemukakan, bahwa periode kolonial jangan hanya dipahami dengan melihat dua kelompok
masyarakat yang dikhotomis, yaitu masyarakat Indonesia atau pribumi yang
dijajah dan dalam kondisi yang menderita dan kaum penjajah yang kejam. Semestinya
memahami bagaimana perubahan yang terjadi pada masyarakat kolonial. Dalam
literatur historiografi Indonesia, biasanya perubahan sosial banyak diteliti
pada periode akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Periode ini menarik
diteliti, karena terjadi berbagai kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang
berdampak pada kehidupan keum pribumi. Misalnya studi Clifford Geertz tentang
Involusi Pertanian. Geertz melihat bagaimana perluasan eksploitasi kolonial di
Jawa pada yang mencapai puncaknya pada akhir abad ke-19, dengan membuka
lahan-lahan perkebunan bagi kepentingan ekonomi kolonial. Pembukaan
lahan-lahan perkebunan yang luas tersebut berdampak pada penyempitan lahan
pertanian. Akibatnya lahan pertanian pribumi menjadi menyempit, sementara
jumlah penduduk semakin bertambah. Hubungan yang berbanding terbalik antara
luas lahan pertanian dengan pertambahan jumlah penduduk berdampak pada
terjadinya pola hidup yang sub-sistens dan kehidupan pertanian yang mandeg atau involusi pertanian. Pola
kehidupan yang demikian berakibat pada terjadinya pembagian kemiskinan.[10] Dengan demikian
eksplotasi kolonial telah mengubah struktur ekologi yang ada di Indonesia yang
berdampak pula pada perubahan struktur masyarakat yaitu terjadinya pemiskinan.
Kajian lain yang bisa dijadikan rujukan dalam melihat
perubahan sosial di Indonesia yaitu karya Robert van Niel mengenai dampak
kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda Terhadap
kaum pribumi.[11]
Van Niel mengungkapkan bahwa kebijakan politik etis dalam bidang pendidikan
yang dilakukan oleh pemerintah kolonial berdampak terhadap munculnya perubahan
sosial di Indonesia yaitu munculnya kaum terpelajar atau disebut Elite Moderen.
Kelompok ini adalah mereka yang lahir dari hasil pendidikan kolonial. Mereka
memiliki ide-ide tentang kebangsaan dan memliki kesadaran tentang keterbelakangan
bangsanya akibat penjajahan. Para kaum terpelajar ini banyak yang aktif di organisasi-organisasi
pergerakan kebangsaan. Organisasi pergerakan kebangsaan merupakan suatu
strategi baru dalam melawan penjajah.
Kajian yang dilakukan baik oleh Clifford Geertz maupun
van Niel dapat dijadikan alat analisa dalam mlihat perubahan masyarakat
sekarang. Misalnya di daerah-daerah Industri banyak bermunculan pabrik-pabrik
dan komplek perumahan. Pembangunan pabrik-pabrik dan kompleks perumahan tersebut
banyak memakan lahan pertanian masyarakat. Industrialisasi
di daerah pertanian tersebut, berdampak pada perubahan struktur masyarakat,
dari masyarakat yang agraris menjadi masyarakat Industri. Semula masyarakat di
daerah tersebut berprofesi sebagai petani, kemudian berubah profesi menjadi
pekerja-pekerja lainnya, misalnya menjadi tukang ojeg, buruh pabrik, membuka
warung-warung dan sebagainya. Hal yang harus didiskusikan adalah apakah
perubahan struktur tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau
sebaliknya terjadi pemiskinan. Materi seperti ini dapat dikembangkan dalam diskusi
kelas dengan siswa.
Berbasis
Masalah
Materi sejarah yang ada dalam SK dan KD dapat menjadi
tema yang aktual apabila tema tersebut selalu muncul menjadi masalah dalam kehidupupan
sehari-hari. Masalah dapat pula menjadi isyu dalam kehidupan masyarakat.
Implementasi pembelajaran tema dalam sejarah ini dapat dilakukan melalu model
pembelajaran yang berbasis masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah perlu
dimplementasikan dalam mengemas tema materi sejarah. Hal ini perlu dilakukan
agar munculnya sikap berpikir kritis
dalam diri siswa. Disamping itu dengan pembelajaran yang berbasis masalah
diharapkan siswa dapat menemukan sendiri (inquri)
terhadap konsep-konsep yang dikembang-kan pada masalah yang dibahas di kelas.
Dalam hal ini yang terpenting adalah bagaimana proses menemukan yang dilakukan
oleh siswa. Proses menemukan merupakan tujuan dari metode pembelajaran yang
didasarkan pada premis bahwa siswa harus menemukan prinsip-prinsip perilaku manusia
melalui hasil investigasinya. Proses bagaimana dan apa yang dipelajari
diidentifikasi merupakan hal terpenting sebagai pengetahuan atau hasil dari
pencarian individu. Melalui proses suatu skema atau konsep individu diperluas.[12] Dengan demikian proses
penemuan yang dilakukan oleh individu melalui konsep yang dimilikinya.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan kerangka kerja
dari kontruktivistik. Konstruktivistik merupakan suatu
filsafat yang memandang bagaimana kita mengerti atau mengetahui. Ciri penting
dari aliran filsafat konstruktivistik
adalah:
1. Pengertian
adalah ada dalam interaksi kita dengan lingkungan.
2. Konflik
kognitif atau teka teki adalah stimulus untuk belajar.
3. Pengetahuan
berubah melalui negosiasi sosial dan melalui evaluasi keragaman pengertian-pengertian
individu.[13]
Pembelajaran berbasis masalah bersumber dari lingkungan.
Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan sosial. Kehidupan sosial yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dapat menjadi sumber tema untuk
membahas materi sejarah. Pengetahuan yang diperoleh siswa merupakan hasil
konstruksi terhadap masalah-masalah yang ada di lingkungannya. Misalnya
bagaimana ketika belajar periode pergerakan kebangsaan, siswa mampu
mengkonstruksi terhadap peranan pendidikan dalam peningkatan sumber daya
manusia di lingkungan sekitar. Apakah teman-temannya yang telah lulus dari
suatu lembaga pendidikan mampu membangun perubahan pada masyarakat? Sebab dalam
materi sejarah periode pergerakan kebangsaan dapat dianalisis bahwa individu-individu
yang dididik oleh pemerintah kolonial
menjadi tenaga penggerak dalam mengubah Indonesia, dari bangsa yang terjajah
menjadi bangsa yang merdeka.
Beberapa prinsip dalam pengajaran yang konstruktuvistik
yaitu:
1. Arah
seluruh aktivitas pada tugas atau masalah yang luas.
2. Mendukung
siswa dalam mengembangkan kemampuannya untuk seluruh masalah atau tugas secara
keseluruhan.
3. Mendesain
suatu tugas yang autentik.
4. Mendesain
tugas dan lingkungan belajar untuk merefleksikan kompleksitas lingkungan dimana
mereka menjadi dapat berfungsi dalam akhir pembelajaran.
5. Memberikan
apa yang dimiliki oleh siswa untuk penggunaan proses dalam mengembangkan suatu pemecahan.
6. Mendesain
lingkungan belajar untuk mendukung dan menantang berPikir siswa.
7. Mendorong
ide-ide dalam menguji pandangan-pandangan dan konteks alternatif.
8. Menyajikan
peluang bagi mendukung refleksi isi yang telah dipelajari dan proses pembelajaran.[14]
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam pembelajaran yang
berbasis masalah, lingkungan belajar didesain oleh guru agar terciptanya aktivitas
belajar yang berpusat pada siswa. Aktivitas siswa sangat menentukan
keberlangsungan proses pembelajaran. Siswa harus mampu menemukan dan memecahkan
masalah. Masalah tersebut sangat kompleks artinya berbagai masalah ada dalam
kehidupan sehari-hari yang dapat dilihat bahkan dialami langsung oleh siswa.
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa sejarah pada
dasarnya mempelajari seluruh aktivitas manusia dalam konteks waktu dan ruang.
Waktu yang dimaksud disini adalah bagaimana aktivitas manusia dalam suatu kurun
waktu tertentu mengalami di-namika, perkembangan dan perubahan. Konteks ruang
artinya dimana masyarakat itu melakukan aktivitas, baik dalam spasial yang
sangat mikro maupun yang makro. Spasial yang mikro misalnya aktivitas di
keluarga, tetangga dan sekolah. Sedangkan aktivitas makro misalnya negara.
Aktivitas manusia dalam aspek yang sangat luas,
dibutuhkan oleh siswa untuk membuat katagori tema, mana yang masuk tema sosial,
ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan lain-lain. Kemampuan siswa dalam
mengkatagorikan tema yang merupakan masalah dalam kehidupan nyata merupakan
bentuk dari kemampuan siswa mengkontruksi realitas yang ia lihat. Dengan
demikian lingkungan yang dia lihat merupakan sumber belajar.
Beberapa masalah yang dapat dikembangkan dalam proses
pembelajaran sejarah diantaranya:
1.
Masalah sosial misalnya kemiskinan, kriminalitas,
pengangguran, dan lain-lain.
2.
Masalah ekonomi misalnya pendapatan masyarakat, kenaikan
harga-harga, daya beli masyarakat, dan lain-lain.
3.
Masalah politik misalnya demokrasi, sistem kepartaian,
kebijakan pemerintah, pilkada, dan lain-lain.
4.
Masalah budaya misalnya etos kerja masyarakat, mental
malas, kebiasaan hidup disiplin, dan lain-lain.
Masalah-masalah tersebut sesungguhnya dapat menjadi tema
dalam pembelajaran sejarah. Belajar sejarah tidaklah hanya bercerita tentang peristiwa
di masa lalu.Setiap materi yang ada dalam SK dan KD dapat dikembangkan menjadi
tema dengan berangkat dari masalah-masalah sebagaimana telah disebutkan di
atas. Guru sangat dituntut untuk mengemas materi menjadi tema-tema. Kemampuan
mengemas materi yang dilakukan oleh guru sangat ditentukan oleh kemampuan guru
dalam menganalisis masalah. Kemampuan menganalisis masalah sangat ditunjang
oleh kemampuan menguasai konsep-konsep atau teori-teori dalam ilmu sosial.
Masalah yang diangkat dalam pembelajaran sejarah menuntut
berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis tidak hanya menemukan masalah
tetapi bagaimana masalah tersebut dipecahkan. Ada beberapa langkah yang harus
dilakukan dalam pembelajaran untuk memecahkan masalah yaitu :
1.
Mengenal dan identifikasi masalah.
2.
Mengembangkan hipotesis.
3.
Mengumpulkan data.
4.
Menganalisis data.
5.
Menarik kesimpulan[15]
Masalah
dapat ditemukan atau diidentifikasi dapat melalui pengalaman siswa. Sesuatu
dapat dianggap masalah biasanya melalui isu kritis Isu-isu kritis biasanya
berupa hal-hal yang menjadi perbincangan hangat masyarakat. Dalam
bidang ekonomi misalnya pertumbuhan pusat-pusat perdagangan dan dampaknya
terhadap kehidupan sosial ekonomi. Dalam pelajaran sejarah kita bisa mengembangkan
tema tersebut dalam sejarah ekonomi, misalnya pertumbuhan perkebunan-perkebunan
swasta pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Hal ini bisa dikaitkan
karena, tumbuhnya perkebunan-perkebunan swasta dan pusat-pusat perdagangan sama
fenomenanya yaitu adanya kapitalisasi.
Apabila
masalah sudah ditemukan maka dikembangkanlah hipotesis. Hipotesis adalah
jawaban sementara terhadap masalah. Misalnya pertumbuhan perkebunan swasta pada
akhir abad ke-19 dan tumbuhnya pusat-pusat perdagangan besar disebabkan oleh
adanya perdagangan bebas dan peran swasta sehingga terjadinya kapitalisasi
ekonomi oleh pihak swasta.
Untuk
membuktikan hipotesis tersebut, maka siswa diminta untuk mengumpulkan data.
Data yang dikumpulkan dapat bersumber dari buku-buku rujukan yang berkaitan
dengan materi, dan dari pengamatan atau kunjungan langsung siswa ke pusat-pusat
perdagangan. Dalam kunjungan tersebut siswa diminta untuk mencatat apa yang ia
lihat dan temukan. Catatan tersebut merupakan data yang dapat membuktikan
hipotetis yang sudah diajukan.
Data yang
telah dikumpulkan kemudian dianalisis. Dalam menganalisis data siswa membuat
katagori mana yang berhubungan dengan tema yang menjadi bahasan di kelas.Selain
membuat katagori, guru menyampaikan konsep-konsep atau teori-teori yang
berkaitan dengan ekonomi. Konsep-konsep tersebut digunakan untuk menganalisis
data-data yang ditemukan oleh siswa. Misalnya konsep tentang
kapitalisme. Dalam konsep kapitalisme perdagangan itu dilakukan oleh swasta
dengan prinsip kebebasan, investasi dan keuntungan. Harga akan ditentukan oleh
mekanisme pasar. Dalam prinsip kebebasan mereka yang menguasai dan mampu
mengendalikan harga yang akan memperoleh keuntungan. Bagaimanakah dampaknya
bagi mereka yang tidak dapat menjangkau harga?.
Berdasarkan
analisis data akhir ditarik kesimpulan. Misalnya kesimpulan yang dapat
dinyatakan bahwa perdagangan-perdagangan besar banyak dikuasai oleh para
pengusaha swasta yang memiliki model besar. Para pemilik modal ini dapat
mengendalikan perekonomian masyarakat. Masyarakat yang tidak mampu menjangkau
harga dapat berakibat jatuh pada kemiskinan.
Kemampuan
berfikir kritis tidak hanya mengembangkan aspek kognitif saja, akan tetapi
dapat pula dikembangkan nilai-nilai. Misalnya bagaimana agar kita tidak menjadi
masyarakat yang jatuh miskin ketika menghadapi perdagangan bebas? bagaimana
agar kita memiliki daya beli yang dapat menjangkau kenaikan harga-harga?. Sudah
tentu jawabannya harus menjadi orang yang maju. Untuk menjadi orang yang maju
kita harus kerja keras tidak bisa dicapai dengan bermalas-malasan.
Kesimpulan
Pembelajaran
sejarah yang hanya menekankan pada pemaparan rentetan waktu dan peristiwa tidak
akan menarik siswa. Sebab pembelajaran hanya lebih banyak bercerita, guru lebih
banyak mendominasi pembelajaran di kelas. Salahsatu upaya yang dapat dilakukan
oleh guru agar pembelajaran sejarah menjadi menarik siswa yaitu dengan memilih
tema-tema penting dari materi yang disampaikan. Pemilihan materi dapat
dilakukan oleh guru dengan cara memilih tema-tema dalam sejarah. Tema-tema
tersebut seperti sejarah ekonomi, sosial, politik, budaya dan lain-lain. Dalam
menetapkan tema-tema tersebut guru hendaknya dapat mennguasai konsep-konsep
dari ilmu sosial. Penguasaan konsep-konsep tersebut berguna untuk menganalisis
terhadap masalah. Masalah yang dikembangkan pada tema-tema meteri pembelajaran
hendaknya dikaitkan dengan konteks kehidupan sekarang. Dengan demikian materi
pembelajaran yang berfat tematis harus berbasis masalah. Pengemasan materi yang
demikian dapat mengembangkan berpikir kritis. Bahkan bertitik tolak dari
berpikir kritis nilai-nilai yang bersifat afektif dapat diterapkan kepada
siswa. Penanaman nilai tidak bersifat indoktrinasi, akan tetapi berangkat dari
kenyataan hidup sehar-hari yang dialami langsung oleh siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus Mulyana, “Mengembangkan Materi
Kontemporer Dalam Pembelajaran Sejarah”, makalah disajikan dalam” Seminar Nasional Pembelajaran Sejarah
Melalui Pendekatan Kontemporer”, diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan
Sejarah FKIP Universitas Siliwangi, Tasik-malaya 3 Mei 2008.
Agus Mulyana,” AGENCY
DAN MENTALITE; Pendekatan Dalam Memahami Perubahan Sosial”. makalah disajikan
dalam, Seminar Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial yang diselenggarakan oleh Program Studi IPS Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung 5 Agustus 2006.
Benny H. Hoed. 2003.”Strukturalisme
de Sausure Di Prancis dan Perkembangannya”, dalam Irzanti Sutanto & Ari
Angngari Harapan, ed., Prancis dan Kita Strukturalisme,
Sejarah, Politik, Film dan Bahasa, Jakarta : Wedatama Widya Sastra.
Clifford Geertz. 1983. Involusi Pertanian
Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, terjemahan, Jakarta: Bhatara Aksara.
D.C. Coleman,”What Is Economic History...?”, dalam Juliet Gardiner, (Ed), (1988), What Is History Today, London: Mac-millan Education.
Helius Sjamsuddin. 2007. Metodologi
Sejarah, Yogyakarta: Ombak.
John R. Savery & Thomas M. Duffy, ”Problem Based Learning: An instructtional
Model and its Constructivist Framework”, tersedia dalam, http://Cee.
Indiana.edu/publications/journals/TR16-01.pdf., diakses tgl 5
Mei 2008.
Robert van Niel. 1984. Munculnya Elit Modern Indonesia, terjemahan,
Jakarta: Pustaka Jaya.
Ronald Hutton. 1988. “What Is Political History”, dalam Juliet Gardiner, (Ed), What
Is History Today, London: Macmillan
Education.
Peter Burke.
1992. History & Social Theory, Cambridge: Polity Press, hlm 14.
Theda Skocpol. 1989. ”Sociology’s Historical Imagination” dalam,
Theda Skocpol, Ed. Vision and Method in
Historical Sociology, Cambridge:
Cambridge University Press.
William W. Joyce & Janet E. Alleman Brooks.
1979. Teaching Social Studies in the
Elementary and Middle Schools, New York: Holt, Rinehart And Winston.
[1] Ronald Hutton, “What Is
Political History”, dalam Juliet Gardiner, (Ed),
(1988), What Is History Today, London
: Macmillan Education, hlm. 21.
[4] Ibid, hlm. 307.
[5] Peter Burke, (1992), History & Social Theory, Cambridge :
Polity Press, hlm 14.
[6] Ibid, hlm. 16-17.
[7] Benny H. Hoed,”Strukturalisme de
Sausure Di Prancis dan Perkembangannya”, dalam Irzanti Sutanto & Ari
Angngari Harapan, ed., (2003), Prancis
dan KitaStrukturalisme, Sejarah, Politik, Film dan Bahasa, Jakarta :
Wedatama Widya Sastra, hlm. 2.
[8] Agus Mulyana,”
AGENCY DAN MENTALITE; Pendekatan Dalam
Memahami Perubahan Sosial”, makalah disajikan dalam, Seminar
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang diselenggarakan oleh Program Studi
IPS Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung 5 Agustus 2006.
[9] Theda Skocpol,”Sociology’s
Historical Imagination” dalam, Theda Skocpol, Ed. ((1989), Vision and Method in Historical Sociology, Cambridge : Cambridge University Press, hlm
1.
[10]
Clifford Geertz, (1983), Involusi
Pertanian Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, terjemahan, Jakarta :
Bhatara Aksara.
[11]
Robert van Niel, (1984), Munculnya Elit Modern Indonesia,
terjemahan, Jakarta : Pustaka Jaya.
[12] William W. Joyce & Janet E.
Alleman-Brooks, (1979), Teaching Social Studies in the Elementary and Middle Schools,
New York : Holt, Rinehart And Winston, hlm. 65.
[13] John R. Savery & Thomas M.
Duffy, ”Problem Based Learning: An
instructional Model and its Constructivist Framework”, tersedia dalam, http://Cee.Indiana.edu/
publications/journals/TR16-01.pdf., diakses tanggal 5 Mei 2008.
[14]
Ibid.
[15] William W. Joyce & Janet E.
Alleman-Brooks, Op. Cit., hlm 113.
0 comments:
Posting Komentar