MIS MIFTAHUL ULUM BULAKAN

Home » » MEMILIH TEMA-TEMA PENTING DALAM MATERI SEJARAH

MEMILIH TEMA-TEMA PENTING DALAM MATERI SEJARAH

 
Oleh Dr. Agus Mulyana
Dosen UPI Bandung & Mantan Ketua MDC Jabar
M
ateri bagi seorang guru, ibarat suatu bahan makanan yang harus dimasak dan disajikan sebagai makanan yang enak disantap. Enak atau tidaknya materi tersebut, sangat tergantung pada kemampuan guru untuk mengemasnya. Begitu pula halnya dalam pelajaran sejarah, materi sangat penting untuk disajikan oleh guru menjadi materi yang menarik bagi siswa. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengemas materi, salahsatu cara yang dapat dilakukan oleh guru sejarah dalam mengemas materi yaitu dengan menetapkan tema. Dalam mengolah materi menjadi tema yang menarik sangat ditentukan kemampuan guru dalam memahami esensi dari materi tersebut. Guru harus dapat menentukan dan memilih urgensi dari tema yang ditetapkan. Bagaimanakah cara yang harus dilakukan oleh guru dalam memilih tema-tema penting dalam materi sejarah?
Sumber Tema
Materi yang tercantum dalam Standar Isi (Standar Kompetensi/SK dan Kompetensi Dasar/KD), bahkan materi yang diuraikan dalam buku teks pada dasarnya masih merupakan bahan yang mentah. Apabila guru menyampaikan bahan materi pelajaran apa adanya seperti yang tercantum dalam SK dan KD dan buku teks, akan menjadi sebuah sajian yang masih mentah. Implikasinya tidak akan menarik bagi siswa, karena menyampaikan bahan-bahan yang kering.
Menentukan tema dari materi sejarah, merupakan cara agar materi yang disampaikan menjadi hidup tidak kering. Sebab ada anggapan mengajarkan sejarah berkaitan dengan kehidupan di masa lalu. Membicarakan tentang kehidupan masa lalu, seolah-olah hanya mengajarkan sesuatu yang mati. Padahal konteks waktu dalam sejarah bukan hanya waktu masa lalu, tetapi juga waktu dalam konteks sekarang. Sehingga dalam sejarah terjadi kesinambungan waktu antara masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.
Penting dan tidaknya suatu tema disajikan dalam pembelajaran sejarah sangat ditentukan oleh guru. Indikator penting yang harus digunakan oleh guru dalam menetapkan penting dan tidaknya suatu tema yaitu tingkat kebermaknaan bagi siswa. Apakah tema tersebut memiliki makna penting bagi kehidupan siswa. Tema menjadi bermakna bagi siswa, apabila tema tersebut memiliki keterkaitan langsung  dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini penting, agar materi pelajaran sejarah menjadi hidup, tidak kering.
Tema yang bermakna bagi siswa apabila bersumber dari kehidupan nyata yang dialami langsung oleh siswa. Kehidupan nyata menggambarkan aktivitas manusia dalam berbagai bidang. Berbagai aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari akan menggambarkan kompleksitas kehidupannya.Guru harus mengambil fokus bagian kehidupan yang mana yang akan dijadikan tema dalam pembelajaran sejarah.
Pengambilan tema yang bersumber dari kehidupan sehari-hari, tidaklah berarti bahwa materi sejarah yang disampaikan oleh guru hanya materi kontemporer. Guru tetap menyampakan materi sejarah yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa di masa lalu sebagaimana yang termuat dalam SK dan KD. Akan tetapi berdasarkan materi tersebut guru mencoba mengambil tema yang berkaitan dengan masa sekarang.
Penetapan Tema
Ilmu sejarah pada dasarnya berbicara mengenai kehidupan manusia. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa kehidupan manusia memiliki berbagai aspek, baik ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain-lain. Oleh sebab itu dalam menetapkan tema, guru sejarah harus merujuk pada aspek-aspek tersebut. Materi yang ada dalam SK dan KD dapat dikatagorikan temanya berdasarkan aspek-aspek kehidupan tersebut, misalnya aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan, dan sebagainya.
Penetapan terhadap tema-tema yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, berarti  guru harus mampu menetapkan kriteria tema dalam penulisan sejarah. Tema-tema dalam penulisan sejarah antara lain, sejarah ekonomi, sejarah politik, sejarah sosial, sejarah budaya, sejarah pendidikan dan lain sebagainya. Tema-tema sejarah tersebut memiliki konsep-konsep tersendiri yang membedakan antara yang satu dengan yang lainnya.
Aspek kehidupan yang berkenaan dengan politik bisa menjadi tema sejarah politik. Apakah sejarah politik?. Untuk menjelaskan apa itu sejarah politik, terlebih dahulu kita harus menjelaskan apa itu politik. Secara sederhana politik biasanya diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan kekuasaan. Dalam kekuasaan terdapat berbagai komponen misalkan penguasa atau pemerintah, sistem pemerintahan, parlemen, undang-undang, partai politik, negara, kerajaan, dan lain-lain. Penulisan sejarah yang bertemakan komponen-komponen tersebut biasanya dinilai sebagai sejarah politik.
Sejarah politik merupakan studi organisasi dan kegiatan kekuasaan masyarakat di masa lampau.[1] Tema tentang kekuasaan dapat berupa lembaga-lembaga yang berkuasa dan individu-individu yang melakukan kegiatan berkenaan dengan kekuasaan. Lembaga-lembaga yang berkaitan dengan kekuasaan dapat berupa negara, kerajaan, lembaga parlemen, lembaga pemerintahan, dan sebagainya. Individu dapat berupa raja, kaum bangsawan, pejabat kerajaan/pemerintahan, presiden, anggota pemerintahan dan sebagainya.
Tema-tema politik dapat dikemas dalam materi yang berbicara mengenai kerajaan-kerajaan kuno, baik yang ada di Indonesia maupun kawasan (dunia). Apabila menjelaskan materi tersebut, hendaknya tidak hanya menyampaikan tentang apa, dimana, dan kapan. Misalnya hanya menjelaskan siapa rajanya, dimana kerajaan itu berada, kapan kerajaan itu lahir, berkembang, dan berakhir atau hancur. Penyampaian sangat naratif dan penuh bercerita. Apabila penyampaian dilakukan seperti ini, maka materi tersebut tidak akan menarik siswa. Hendaknya guru dapat melakukan analisis tentang bagaimana konsep-konsep kekuasaan yang diterapkan pada masa itu, dan bandingkan dengan politik yang terjadi pada masa sekarang. Apakah pada masa lalu sudah ada demokrasi? Apakah otoriter? Apakah ada penerapan nilai-nilai feodalisme di kalangan pejabat pemerintahannya? Kegiatan-kegiatan pilkada yang sekarang banyak berlangsung sebagai implementasi otonomi daerah dapat dikaitkan dengan konsep-konsep pemerintahan di masa lalu.
Kegiatan-kegiatan masyarakat dalam bidang ekonomi di masa lalu, dapat ditulis menjadi sejarah ekonomi. Aktivitas ekonomi manusia di masa lampau merupakan tema bagi sejarah ekonomi. Beberapa bentuk-bentuk kegiatan-kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang dapat menjadi kajian tema sejarah ekonomi, misalnya pena-waran dan permintaan kebutuhan dan layanan, ongkos produksi, tingkat pendapatan, distribusi kesejahteraan, volume dan arah investasi, struktur perdagangan luar negeri,[2] dan aktivitas kegiatan ekonomi lainnya.
Tema sejarah ekonomi pada masa kolonial memiliki kajian yang cukup banyak. Periode yang cukup penting bagi penulisan sejarah ekonomi Indonesia pada masa kolonial yaitu pada masa Sistem Tanam Paksa dan masa berlakunya Undang-Undang Agraria 1870. Pada zaman Sistem Tanam Paksa tema sejarah ekonomi, dapat mengkaji hal-hal seperti jenis-jenis tanaman apa yang diwajibkan untuk ditanam, bagaimana pemerintah kolonial membuka lahan-lahan perkebunan, bagaimana pengelolaan Sistem Tanam Paksa yang bisa menguntungkan pemerintah kolonial secara ekonomi, bagaimana keuntungan yang diperoleh oleh pemerintah kolonial dari Sistem Tanam Paksa, bagaimana kehidupan ekonomi kaum pribumi dengan adanya Sistem Tanam Paksa.
Selain fakta-fakta mengenai kegiatan ekonomi pada masa Sistem Tanam Paksa dan Undang-Undang Agraria 1870, konsep-konsep ekonomi dapat dijadikan alat analisa dalam melihat ke-giatan ekonomi pada masa itu. Konsep ekonomi yang dapat dikembangkan misalnya kapitalisme dan investasi. Munculnya perkebunan-perkebunan besar pada dasarnya merupakan bentuk dari adanya kapitalisme. Hal ini menujukkan adanya suatu perdagangan besar dan terjadi antar negara atau dalam ruang lingkup dunia, karena tanaman yang ditanam di Indonesia kemudian dijual di pasaran dunia. Bagaimana fenomena kapitalisme yang muncul saat itu memberikan kontribusi besar terhadap perluasan kolonialisme.
Berdasarkan analisa aktivitas ekonomi pada masa Sistem Tanam Paksa dan lahirnya Undang-Undang Agraria 1870 dengan menggunakan analisis konsep-konsep ekonomi, maka dikaitkanlah dengan fenomena ekonomi di Indonesia yang terjadi saat ini. Apakah ada kesamaan fenomena kapitalisme yang terjadi di masa lalu dengan se-karang. Sebab pada saat sekarang pun timbul perdagangan-perdagangan besar, misalkan lahirnya industri-industri dan pusat-pusat perbelanjaan yang besar. Bagaimana posisi Indonesia dalam menghadapi kapitalisme dunia? Jadi mengajarkan materi pada zaman kolonial, jangan hanya dilihat dengan normatif dan kacamata hitam putih yaitu melihat bangsa Indonesia yang menderita akibat penjajahan dan sebaliknya penjajah yang mendapatkan keuntungan. Model penyajian materi yang nor-matif seperti itu, telah menempatkan pembelajaran sejarah menjadi indoktrinasi dan kemungkinan besar siswa akan jenuh mendengar pen-jelasan guru.
Sejarah adalah kajian tentang kegiatan manusia yang merupakan manifestasi dari pikiran, perasaan dan perbuatannya pada masa lalu.[3] Salahsatu kegiatan manusia menyangkut kehidupan sosial. Aspek tersebut dapat menjadi tema dalam kajian sejarah atau menjadi tema sejarah sosial. Sejarah sosial merupakan salah satu bagian dari tema penulisan sejarah yang mengkaji sejarah masyarakat.[4] Tema kehidupan sosial masyarakat dapat menjadi materi dalam pembelajaran sejarah. Konsep-konsep sejarah sosial dapat dijadikan alat untuk menganalisa dalam kehidupan masyarakat pada masa lalu  dan dikaitkan dengan masa sekarang.
Kelahiran sejarah sosial pada mulanya merupakan respon terhadap penulisan sejarah yang lebih menekankan pada pendekatan politik.[5] Maksud dari pendekatan ini adalah sejarah yang hanya menampilkan “orang-orang besar”, misalnya para raja, penguasa, negara, kerajaan, dan lain-lain. Pendekatan yang bersifat politik memberikan kesan bahwa “orang-orang besarlah” yang berperan dalam sejarah. “Orang-orang kecil” dianggap kurang penting dalam sejarah.
Ruang lingkup kajian sejarah sosal sangatlah luas. Seluruh aspek kehidupan manusia dapat dikaji menjadi sejarah sosial. Aspek-aspek kehidupan tersebut misalnya bahasa, makanan, lembaga, dan keluarga. Model penulisan yang ditekankan dalam sejarah sosial tidak hanya narasi dari suatu pristiwa, tetapi lebih menekankan pada struktur.[6] Model penulisan seperti ini ditekankan, karena dalam sejarah sosial melihat masyarakat sebagai suatu struktur. Secara teoretis, struktur adalah bangunan abstrak yang terbentuk oleh sejumlah komponen yang satu sama lain saling berhubungan.[7] Struktur merupakan suatu yang abstrak berarti struktur itu berada dalam kognisi manusia.
Berdasarkan pengertian struktur seperti itu, berarti bahwa masyarakat sebagai suatu struktur hanya ada dalam koginisi manusia. Masyarakat pada dasarnya merupakan suatu realitas sosial. Struktur bukan lah suatu realitas yang real kasat mata, tetapi struktur ada karena diciptakan oleh ilmuwan dalam melihat realitas sosial. Penciptaan struktur dalam kognisi manusia dilakukan dengan menggunakan teori dalam menjelaskan realitas sosial. Dengan demikian struktur dibangun oleh kognisi peneliti.[8]
Masyarakat sebagai realitas sosial harus dipahami sebagai struktur yang berubah. Untuk memahami bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi, maka dibutuhkan penggunaan konsep-konsep atau teori-teori dari ilmu sosial. Penggunaan konsep-konsep atau teori ilmu sosial dalam sejarah pada dasarnya saling mengisi. Misalnya dalam penggunaan ilmu sosiologi, memahami masyarakat dengan cara melihat bagaimana struktur dan proses sosial yang terjadi dalam konteks waktu dan ruang.[9] Struktur dan proses sosial adalah konsep sosiologi sedangkan waktu dan ruang adalah konsep sejarah. Konsep-konsep atau teori-teori tersebut merupakan alat yang digunakan dalam ilmu sejarah dalam melihat perubahan-perubahan yang terjadi. Misalnya bagaimana perubahan yang terjadi dari masyarakat yang semula agraris menjadi masyarakat Industri ?. Bagaimana perubahan struktur yang terjadi? Apa yang menjadi faktor penentu perubahan masyarakat tersebut. Sebuah perubahan dapat dilihat biasanya dalam suatu jangka waktu tertentu dan ini hanya bisa dilihat dari kacamata sejarah, sedangkan struktur yang ada pada masyarakat dapat dianalisis dengan ilmu sosial, misalnya sosiologi.
Tema sosial dalam materi sejarah pada periode masa lalu banyak yang bisa dikembangkan. Dalam memahami materi periode kolonial, hendaknya mengkaji tentang masyarakat pada saat itu. Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa periode kolonial jangan hanya dipahami dengan melihat dua kelompok masyarakat yang dikhotomis, yaitu masyarakat Indonesia atau pribumi yang dijajah dan dalam kondisi yang menderita dan kaum penjajah yang kejam. Semestinya memahami bagaimana perubahan yang terjadi pada masyarakat kolonial. Dalam literatur historiografi Indonesia, biasanya perubahan sosial banyak diteliti pada periode akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Periode ini menarik diteliti, karena terjadi berbagai kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang berdampak pada kehidupan keum pribumi. Misalnya studi Clifford Geertz tentang Involusi Pertanian. Geertz melihat bagaimana perluasan eksploitasi kolonial di Jawa pada yang mencapai puncaknya pada akhir abad ke-19, dengan membuka lahan-lahan perkebunan bagi kepentingan ekonomi kolonial. Pembukaan lahan-lahan perkebunan yang luas tersebut berdampak pada penyempitan lahan pertanian. Akibatnya lahan pertanian pribumi menjadi menyempit, sementara jumlah penduduk semakin bertambah. Hubungan yang berbanding terbalik antara luas lahan pertanian dengan pertambahan jumlah penduduk berdampak pada terjadinya pola hidup yang sub-sistens dan kehidupan pertanian yang mandeg atau involusi pertanian. Pola kehidupan yang demikian berakibat pada terjadinya pembagian kemiskinan.[10] Dengan demikian eksplotasi kolonial telah mengubah struktur ekologi yang ada di Indonesia yang berdampak pula pada perubahan struktur masyarakat yaitu terjadinya pemiskinan.
Kajian lain yang bisa dijadikan rujukan dalam melihat perubahan sosial di Indonesia yaitu karya Robert van Niel mengenai dampak kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda Terhadap kaum pribumi.[11] Van Niel mengungkapkan bahwa kebijakan politik etis dalam bidang pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial berdampak terhadap munculnya perubahan sosial di Indonesia yaitu munculnya kaum terpelajar atau disebut Elite Moderen. Kelompok ini adalah mereka yang lahir dari hasil pendidikan kolonial. Mereka memiliki ide-ide tentang kebangsaan dan memliki kesadaran tentang keterbelakangan bangsanya akibat penjajahan. Para kaum terpelajar ini banyak yang aktif di organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan. Organisasi pergerakan kebangsaan merupakan suatu strategi baru dalam melawan penjajah.
Kajian yang dilakukan baik oleh Clifford Geertz maupun van Niel dapat dijadikan alat analisa dalam mlihat perubahan masyarakat sekarang. Misalnya di daerah-daerah Industri banyak bermunculan pabrik-pabrik dan komplek perumahan. Pembangunan pabrik-pabrik dan kompleks perumahan tersebut banyak memakan lahan pertanian masyarakat. Industrialisasi di daerah pertanian tersebut, berdampak pada perubahan struktur masyarakat, dari masyarakat yang agraris menjadi masyarakat Industri. Semula masyarakat di daerah tersebut berprofesi sebagai petani, kemudian berubah profesi menjadi pekerja-pekerja lainnya, misalnya menjadi tukang ojeg, buruh pabrik, membuka warung-warung dan sebagainya. Hal yang harus didiskusikan adalah apakah perubahan struktur tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau sebaliknya terjadi pemiskinan. Materi seperti ini dapat dikembangkan dalam diskusi kelas dengan siswa.
Berbasis Masalah
Materi sejarah yang ada dalam SK dan KD dapat menjadi tema yang aktual apabila tema tersebut selalu muncul menjadi masalah dalam kehidupupan sehari-hari. Masalah dapat pula menjadi isyu dalam kehidupan masyarakat. Implementasi pembelajaran tema dalam sejarah ini dapat dilakukan melalu model pembelajaran yang berbasis masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah perlu dimplementasikan dalam mengemas tema materi sejarah. Hal ini perlu dilakukan agar munculnya sikap berpikir  kritis dalam diri siswa. Disamping itu dengan pembelajaran yang berbasis masalah diharapkan siswa dapat menemukan sendiri (inquri) terhadap konsep-konsep yang dikembang-kan pada masalah yang dibahas di kelas. Dalam hal ini yang terpenting adalah bagaimana proses menemukan yang dilakukan oleh siswa. Proses menemukan merupakan tujuan dari metode pembelajaran yang didasarkan pada premis bahwa siswa harus menemukan prinsip-prinsip perilaku manusia melalui hasil investigasinya. Proses bagaimana dan apa yang dipelajari diidentifikasi merupakan hal terpenting sebagai pengetahuan atau hasil dari pencarian individu. Melalui proses suatu skema atau konsep individu diperluas.[12] Dengan demikian proses penemuan yang dilakukan oleh individu melalui konsep yang dimilikinya.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan kerangka kerja dari kontruktivistik. Konstruktivistik merupakan suatu filsafat yang memandang bagaimana kita mengerti atau mengetahui. Ciri penting dari aliran filsafat konstruktivistik adalah:
1.    Pengertian adalah ada dalam interaksi kita dengan lingkungan.
2.    Konflik kognitif atau teka teki adalah stimulus untuk belajar.
3.    Pengetahuan berubah melalui negosiasi sosial dan melalui evaluasi keragaman pengertian-pengertian individu.[13]
Pembelajaran berbasis masalah bersumber dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan sosial. Kehidupan sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dapat menjadi sumber tema untuk membahas materi sejarah. Pengetahuan yang diperoleh siswa merupakan hasil konstruksi terhadap masalah-masalah yang ada di lingkungannya. Misalnya bagaimana ketika belajar periode pergerakan kebangsaan, siswa mampu mengkonstruksi terhadap peranan pendidikan dalam peningkatan sumber daya manusia di lingkungan sekitar. Apakah teman-temannya yang telah lulus dari suatu lembaga pendidikan mampu membangun perubahan pada masyarakat? Sebab dalam materi sejarah periode pergerakan kebangsaan dapat dianalisis bahwa individu-individu yang dididik  oleh pemerintah kolonial menjadi tenaga penggerak dalam mengubah Indonesia, dari bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang merdeka.
Beberapa prinsip dalam pengajaran yang konstruktuvistik yaitu:
1.    Arah seluruh aktivitas pada tugas atau masalah yang luas.
2.    Mendukung siswa dalam mengembangkan kemampuannya untuk seluruh masalah atau tugas secara keseluruhan.
3.    Mendesain suatu tugas yang autentik.
4.    Mendesain tugas dan lingkungan belajar untuk merefleksikan kompleksitas lingkungan dimana mereka menjadi dapat berfungsi dalam akhir pembelajaran.
5.    Memberikan apa yang dimiliki oleh siswa untuk penggunaan proses  dalam mengembangkan suatu pemecahan.
6.      Mendesain lingkungan belajar untuk mendukung dan menantang berPikir siswa.
7.      Mendorong ide-ide dalam menguji pandangan-pandangan dan konteks alternatif.
8.      Menyajikan peluang bagi mendukung refleksi isi yang telah dipelajari dan proses pembelajaran.[14]
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam pembelajaran yang berbasis masalah, lingkungan belajar didesain oleh guru agar terciptanya aktivitas belajar yang berpusat pada siswa. Aktivitas siswa sangat menentukan keberlangsungan proses pembelajaran. Siswa harus mampu menemukan dan memecahkan masalah. Masalah tersebut sangat kompleks artinya berbagai masalah ada dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dilihat bahkan dialami langsung oleh siswa.
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa sejarah pada dasarnya mempelajari seluruh aktivitas manusia dalam konteks waktu dan ruang. Waktu yang dimaksud disini adalah bagaimana aktivitas manusia dalam suatu kurun waktu tertentu mengalami di-namika, perkembangan dan perubahan. Konteks ruang artinya dimana masyarakat itu melakukan aktivitas, baik dalam spasial yang sangat mikro maupun yang makro. Spasial yang mikro misalnya aktivitas di keluarga, tetangga dan sekolah. Sedangkan aktivitas makro misalnya negara.
Aktivitas manusia dalam aspek yang sangat luas, dibutuhkan oleh siswa untuk membuat katagori tema, mana yang masuk tema sosial, ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan lain-lain. Kemampuan siswa dalam mengkatagorikan tema yang merupakan masalah dalam kehidupan nyata merupakan bentuk dari kemampuan siswa mengkontruksi realitas yang ia lihat. Dengan demikian lingkungan yang dia lihat merupakan sumber belajar.
Beberapa masalah yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran sejarah diantaranya:
1.      Masalah sosial misalnya kemiskinan, kriminalitas, pengangguran, dan lain-lain.
2.      Masalah ekonomi misalnya pendapatan masyarakat, kenaikan harga-harga, daya beli masyarakat, dan lain-lain.
3.      Masalah politik misalnya demokrasi, sistem kepartaian, kebijakan pemerintah, pilkada, dan lain-lain.
4.      Masalah budaya misalnya etos kerja masyarakat, mental malas, kebiasaan hidup disiplin, dan lain-lain.
Masalah-masalah tersebut sesungguhnya dapat menjadi tema dalam pembelajaran sejarah. Belajar sejarah tidaklah hanya bercerita tentang peristiwa di masa lalu.Setiap materi yang ada dalam SK dan KD dapat dikembangkan menjadi tema dengan berangkat dari masalah-masalah sebagaimana telah disebutkan di atas. Guru sangat dituntut untuk mengemas materi menjadi tema-tema. Kemampuan mengemas materi yang dilakukan oleh guru sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam menganalisis masalah. Kemampuan menganalisis masalah sangat ditunjang oleh kemampuan menguasai konsep-konsep atau teori-teori dalam ilmu sosial.
Masalah yang diangkat dalam pembelajaran sejarah menuntut berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis tidak hanya menemukan masalah tetapi bagaimana masalah tersebut dipecahkan. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam pembelajaran untuk memecahkan masalah yaitu :
1.      Mengenal dan identifikasi masalah.
2.      Mengembangkan hipotesis.
3.      Mengumpulkan data.
4.      Menganalisis data.
5.      Menarik kesimpulan[15]
Masalah dapat ditemukan atau diidentifikasi dapat melalui pengalaman siswa. Sesuatu dapat dianggap masalah biasanya melalui isu kritis Isu-isu kritis biasanya berupa hal-hal yang menjadi perbincangan hangat masyarakat. Dalam bidang ekonomi misalnya pertumbuhan pusat-pusat perdagangan dan dampaknya terhadap kehidupan sosial ekonomi. Dalam pelajaran sejarah kita bisa mengembangkan tema tersebut dalam sejarah ekonomi, misalnya pertumbuhan perkebunan-perkebunan swasta pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Hal ini bisa dikaitkan karena, tumbuhnya perkebunan-perkebunan swasta dan pusat-pusat perdagangan sama fenomenanya yaitu adanya kapitalisasi.
Apabila masalah sudah ditemukan maka dikembangkanlah hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah. Misalnya pertumbuhan perkebunan swasta pada akhir abad ke-19 dan tumbuhnya pusat-pusat perdagangan besar disebabkan oleh adanya perdagangan bebas dan peran swasta sehingga terjadinya kapitalisasi ekonomi oleh pihak swasta.
Untuk membuktikan hipotesis tersebut, maka siswa diminta untuk mengumpulkan data. Data yang dikumpulkan dapat bersumber dari buku-buku rujukan yang berkaitan dengan materi, dan dari pengamatan atau kunjungan langsung siswa ke pusat-pusat perdagangan. Dalam kunjungan tersebut siswa diminta untuk mencatat apa yang ia lihat dan temukan. Catatan tersebut merupakan data yang dapat membuktikan hipotetis yang sudah diajukan.
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis. Dalam menganalisis data siswa membuat katagori mana yang berhubungan dengan tema yang menjadi bahasan di kelas.Selain membuat katagori, guru menyampaikan konsep-konsep atau teori-teori yang berkaitan dengan ekonomi. Konsep-konsep tersebut digunakan untuk menganalisis data-data yang ditemukan oleh siswa. Misalnya konsep tentang kapitalisme. Dalam konsep kapitalisme perdagangan itu dilakukan oleh swasta dengan prinsip kebebasan, investasi dan keuntungan. Harga akan ditentukan oleh mekanisme pasar. Dalam prinsip kebebasan mereka yang menguasai dan mampu mengendalikan harga yang akan memperoleh keuntungan. Bagaimanakah dampaknya bagi mereka yang tidak dapat menjangkau harga?.
Berdasarkan analisis data akhir ditarik kesimpulan. Misalnya kesimpulan yang dapat dinyatakan bahwa perdagangan-perdagangan besar banyak dikuasai oleh para pengusaha swasta yang memiliki model besar. Para pemilik modal ini dapat mengendalikan perekonomian masyarakat. Masyarakat yang tidak mampu menjangkau harga dapat berakibat jatuh pada kemiskinan.
Kemampuan berfikir kritis tidak hanya mengembangkan aspek kognitif saja, akan tetapi dapat pula dikembangkan nilai-nilai. Misalnya bagaimana agar kita tidak menjadi masyarakat yang jatuh miskin ketika menghadapi perdagangan bebas? bagaimana agar kita memiliki daya beli yang dapat menjangkau kenaikan harga-harga?. Sudah tentu jawabannya harus menjadi orang yang maju. Untuk menjadi orang yang maju kita harus kerja keras tidak bisa dicapai dengan bermalas-malasan.
Kesimpulan
Pembelajaran sejarah yang hanya menekankan pada pemaparan rentetan waktu dan peristiwa tidak akan menarik siswa. Sebab pembelajaran hanya lebih banyak bercerita, guru lebih banyak mendominasi pembelajaran di kelas. Salahsatu upaya yang dapat dilakukan oleh guru agar pembelajaran sejarah menjadi menarik siswa yaitu dengan memilih tema-tema penting dari materi yang disampaikan. Pemilihan materi dapat dilakukan oleh guru dengan cara memilih tema-tema dalam sejarah. Tema-tema tersebut seperti sejarah ekonomi, sosial, politik, budaya dan lain-lain. Dalam menetapkan tema-tema tersebut guru hendaknya dapat mennguasai konsep-konsep dari ilmu sosial. Penguasaan konsep-konsep tersebut berguna untuk menganalisis terhadap masalah. Masalah yang dikembangkan pada tema-tema meteri pembelajaran hendaknya dikaitkan dengan konteks kehidupan sekarang. Dengan demikian materi pembelajaran yang berfat tematis harus berbasis masalah. Pengemasan materi yang demikian dapat mengembangkan berpikir kritis. Bahkan bertitik tolak dari berpikir kritis nilai-nilai yang bersifat afektif dapat diterapkan kepada siswa. Penanaman nilai tidak bersifat indoktrinasi, akan tetapi berangkat dari kenyataan hidup sehar-hari yang dialami langsung oleh siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Mulyana, “Mengembangkan Materi Kontemporer Dalam Pembelajaran Sejarah”, makalah disajikan dalam” Seminar Nasional Pembelajaran Sejarah Melalui Pendekatan Kontemporer”, diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Siliwangi, Tasik-malaya 3 Mei 2008.
Agus Mulyana,” AGENCY DAN MENTALITE;  Pendekatan Dalam Memahami Perubahan Sosial”. makalah disajikan dalam,  Seminar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang diselenggarakan oleh Program Studi IPS  Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung 5 Agustus 2006.
Benny H. Hoed. 2003.”Strukturalisme de Sausure Di Prancis dan Perkembangannya”, dalam Irzanti Sutanto & Ari Angngari Harapan, ed., Prancis dan Kita Strukturalisme, Sejarah, Politik, Film dan Bahasa, Jakarta : Wedatama Widya Sastra.
Clifford Geertz. 1983. Involusi Pertanian Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, terjemahan, Jakarta: Bhatara Aksara.
D.C. Coleman,”What Is Economic History...?”, dalam Juliet Gardiner, (Ed), (1988), What Is History Today, London: Mac-millan Education.
Helius Sjamsuddin. 2007.  Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak.
John R. Savery & Thomas M. Duffy, ”Problem Based Learning: An instructtional Model and its Constructivist Framework”, tersedia dalam, http://Cee. Indiana.edu/publications/journals/TR16-01.pdf., diakses tgl 5 Mei 2008.
Robert van Niel. 1984. Munculnya Elit Modern Indonesia, terjemahan, Jakarta: Pustaka Jaya.
Ronald Hutton. 1988. “What Is Political History”, dalam Juliet Gardiner, (Ed), What Is History Today, London: Macmillan Education.
Peter Burke. 1992.  History & Social Theory, Cambridge: Polity Press, hlm 14.
Theda Skocpol. 1989. ”Sociology’s Historical Imagination” dalam, Theda Skocpol, Ed. Vision and Method in Historical Sociology,  Cambridge: Cambridge University Press.
William W. Joyce & Janet E. Alleman Brooks. 1979. Teaching Social Studies in the Elementary and Middle Schools, New York: Holt, Rinehart And Winston.


[1] Ronald Hutton, “What Is Political History”, dalam Juliet Gardiner, (Ed), (1988), What Is History Today, London : Macmillan Education, hlm. 21.
[2] D.C. Coleman,”What Is Economic History …?”,  dalam, Juliet Gardiner, Ibid, hlm. 31.
[3] Helius Sjamsuddin, (2007), Metodologi Sejarah, Yogyakarta : Ombak, hlm. 159-160.
[4] Ibid, hlm. 307.
[5] Peter Burke, (1992), History & Social Theory, Cambridge : Polity Press, hlm 14.
[6] Ibid, hlm. 16-17.
[7] Benny H. Hoed,”Strukturalisme de Sausure Di Prancis dan Perkembangannya”, dalam Irzanti Sutanto & Ari Angngari Harapan, ed., (2003), Prancis dan KitaStrukturalisme, Sejarah, Politik, Film dan Bahasa, Jakarta : Wedatama Widya Sastra, hlm. 2.
[8] Agus Mulyana,” AGENCY DAN MENTALITE;  Pendekatan Dalam Memahami Perubahan Sosial”, makalah disajikan dalam,  Seminar Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang diselenggarakan oleh Program Studi IPS  Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung 5 Agustus 2006.
[9] Theda Skocpol,”Sociology’s Historical Imagination” dalam, Theda Skocpol, Ed. ((1989), Vision and Method in Historical Sociology,  Cambridge : Cambridge University Press, hlm 1.
[10] Clifford Geertz, (1983), Involusi Pertanian Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, terjemahan, Jakarta : Bhatara Aksara.
[11] Robert van Niel, (1984), Munculnya Elit Modern Indonesia, terjemahan, Jakarta : Pustaka Jaya.
[12] William W. Joyce & Janet E. Alleman-Brooks, (1979),  Teaching Social  Studies in the Elementary and Middle Schools, New York : Holt, Rinehart And Winston, hlm. 65.
[13] John R. Savery & Thomas M. Duffy, ”Problem Based Learning: An instructional Model and its Constructivist Framework”, tersedia dalam, http://Cee.Indiana.edu/ publications/journals/TR16-01.pdf., diakses tanggal 5 Mei 2008.
[14] Ibid.
[15] William W. Joyce & Janet E. Alleman-Brooks, Op. Cit., hlm 113.

0 comments:

Posting Komentar

INFORMASI

PROFILE

Foto saya
Simpur, Belik, Indonesia
GURU KELAS VI
 
Support :
Copyright © 2013. MIS MIFTAHUL ULUM BULAKAN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Proudly powered by Blogger